Kamis, 02 Juli 2015

etika profesi profesionalisme

PENGERTIAN ETIKA
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethossedangkan bentuk jamaknya yaitu ta ethaEthos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Menurut Brooks (2007), etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari keinginan untuk menghindari permasalahan – permasalahan di dunia nyata.
Kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
  1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
  2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
  3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.

PENGERTIAN PROFESI
Profesi sendiri berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian yaitu janji/ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
PENGERTIAN ETIKA PROFESI
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban profesi.
Etika profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan manusia.
Etika Profesi adalah konsep etika yang ditetapkan atau disepakati pada tatanan profesi atau lingkup kerja tertentu, contoh : pers dan jurnalistik, engineering (rekayasa), science, medis/dokter, dan sebagainya.
Etika profesi Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sehingga sangatlah perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen (klien atau objek).
Etika profesi adalah sebagai sikap hidup untuk memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dari klien dengan keterlibatan dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkannya dengan disertai refleksi yang seksama, (Anang Usman, SH., MSi.)
Prinsip dasar di dalam etika profesi :
1. Tanggung jawab
 – Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
– Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan.
3. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.
4. Prinsip Kompetensi,melaksanakan pekerjaan sesuai jasa profesionalnya, kompetensi dan ketekunan
5. Prinsip Prilaku Profesional, berprilaku konsisten dengan reputasi profesi
6. Prinsip Kerahasiaan, menghormati kerahasiaan informasi

Sumber :
Brooks, Leonard J. 2007. Etika Bisnis & Profesi, Edisi 5. Penerbit Salemba Empat

MODUS-MODUS KEJAHATAN DALAM TEKNOLOGI INFORMASI

Kebutuhan akan teknologi Jaringan Komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui Internet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar, dan terpesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyberspace, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negatif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak di media Internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak.
Seiring dengan perkembangan teknologi Internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan “CyberCrime” atau kejahatan melalui jaringan Internet. Munculnya beberapa kasus “CyberCrime” di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email, dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer komputer. Sehingga dalam kejahatan komputer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil adalah perbuatan seseorang yang memasuki komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya CyberCrime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet.

Pengertian Cybercrime
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet. Beberapa pendapat mengindentikkan cybercrime dengancomputer crime. The U.S. Department of Justice memberikan pengertiencomputer crime.
Pengertian tersebut identik dengan yang diberikan Organization of European Community Development, yang mendefinisikan computer crime sebagai:
“any illegal, unehtical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data”.
Adapun Andi Hamzah (1989) dalam tulisannya “Aspek-aspek Pidana di Bidang komputer”, mengartikan kejahatan komputer sebagai:
”Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.
Dari beberapa pengertian di atas, secara ringkas dapat dikatakan bahwacybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.

Karakteristik Cybercrime
Selama ini dalam kejahatan konvensional, dikenal adanya dua jenis kejahatan sebagai berikut:
a. Kejahatan kerah biru (blue collar crime)
Kejahatan ini merupakan jenis kejahatan atau tindak kriminal yang dilakukan secara konvensional seperti misalnya perampokkan, pencurian, pembunuhan dan lain-lain.
b. Kejahatan kerah putih (white collar crime)
Kejahatan jenis ini terbagi dalam empat kelompok kejahatan, yakni kejahatan korporasi, kejahatan birokrat, malpraktek, dan kejahatan individu.
Cybercrime sendiri sebagai kejahatan yang muncul sebagai akibat adanya komunitas dunia maya di internet, memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kedua model di atas. Karakteristik unik dari kejahatan di dunia maya tersebut antara lain menyangkut lima hal berikut:
  1. Ruang lingkup kejahatan
  2. Sifat kejahatan
  3. Pelaku kejahatan
  4. Modus Kejahatan
  5. Jenis kerugian yang ditimbulkan
Jenis Cybercrime
Berdasarkan jenis aktifitas yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
a. Unauthorized Access
Merupakan kejahatan yang terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Probingdan port merupakan contoh kejahatan ini.
b. Illegal Contents
Merupakan kejahatn yang dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau menggangu ketertiban umum, contohnya adalah penyebaran pornografi.
c. Penyebaran virus secara sengaja
Penyebaran virus pada umumnya dilakukan dengan menggunakan email. Sering kali orang yang sistem emailnya terkena virus tidak menyadari hal ini. Virus ini kemudian dikirimkan ke tempat lain melalui emailnya.

d. Data Forgery
Kejahatan jenis ini dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
e. Cyber Espionage, Sabotage, and Extortion
Cyber Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer pihak sasaran. Sabotage and Extortion merupakan jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet.
f. Cyberstalking
Kejahatan jenis ini dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya menggunakan e-mail dan dilakukan berulang-ulang. Kejahatan tersebut menyerupai teror yang ditujukan kepada seseorang dengan memanfaatkan media internet. Hal itu bisa terjadi karena kemudahan dalam membuat email dengan alamat tertentu tanpa harus menyertakan identitas diri yang sebenarnya.
g. Carding
Carding merupakan kejahatan yang dilakukan untuk mencuri nomor kartu kredit milik orang lain dan digunakan dalam transaksi perdagangan di internet.
h. Hacking dan Cracker
Istilah hacker biasanya mengacu pada seseorang yang punya minat besar untuk mempelajari sistem komputer secara detail dan bagaimana meningkatkan kapabilitasnya. Adapun mereka yang sering melakukan aksi-aksi perusakan di internet lazimnya disebut cracker. Boleh dibilang cracker ini sebenarnya adalah hacker yang yang memanfaatkan kemampuannya untuk hal-hal yang negatif. Aktivitas cracking di internet memiliki lingkup yang sangat luas, mulai dari pembajakan account milik orang lain, pembajakan situs web, probing, menyebarkan virus, hingga pelumpuhan target sasaran. Tindakan yang terakhir disebut sebagai DoS (Denial Of Service). Dos attack merupakan serangan yang bertujuan melumpuhkan target (hang, crash) sehingga tidak dapat memberikan layanan.
i. Cybersquatting and Typosquatting
Cybersquatting merupakan kejahatan yang dilakukan dengan mendaftarkan domain nama perusahaan orang lain dan kemudian berusaha menjualnya kepada perusahaan tersebut dengan harga yang lebih mahal. Adapun typosquatting adalah kejahatan dengan membuat domain plesetan yaitu domain yang mirip dengan nama domain orang lain. Nama tersebut merupakan nama domain saingan perusahaan.
j. Hijacking
Hijacking merupakan kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
k. Cyber Terorism
Suatu tindakan cybercrime termasuk cyber terorism jika mengancam pemerintah atau warganegara, termasuk cracking ke situs pemerintah atau militer. Beberapa contoh kasus Cyber Terorism sebagai berikut :
  • Ramzi Yousef, dalang penyerangan pertama ke gedung WTC, diketahui menyimpan detail serangan dalam file yang di enkripsi di laptopnya.
  • Osama Bin Laden diketahui menggunakan steganography untuk komunikasi jaringannya.
  • Suatu website yang dinamai Club Hacker Muslim diketahui menuliskan daftar tip untuk melakukan hacking ke Pentagon.
  • Seorang hacker yang menyebut dirinya sebagai DoktorNuker diketahui telah kurang lebih lima tahun melakukan defacing atau mengubah isi halaman web dengan propaganda anti-American, anti-Israel dan pro-Bin Laden.
Berdasarkan Motif Kegiatan
Berdasarkan motif kegiatan yang dilakukannya, cybercrime dapat digolongkan menjadi dua jenis sebagai berikut :
a.   Cybercrime sebagai tindakan murni kriminal
Kejahatan yang murni merupakan tindak kriminal merupakan kejahatan yang dilakukan karena motif kriminalitas. Kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai sarana kejahatan. Contoh kejahatan semacam ini adalah Carding, yaitu pencurian nomor kartu kredit milik orang lain untuk digunakan dalam transaksi perdagangan di internet. Juga pemanfaatan media internet (webserver, mailing list) untuk menyebarkan material bajakan. Pengirim e-mail anonim yang berisi promosi (spamming) juga dapat dimasukkan dalam contoh kejahatan yang menggunakan internet sebagai sarana. Di beberapa negara maju, pelaku spamming dapat dituntut dengan tuduhan pelanggaran privasi.
b.   Cybercrime sebagai kejahatan ”abu-abu”
Pada jenis kejahatan di internet yang masuk dalam wilayah ”abu-abu”, cukup sulit menentukan apakah itu merupakan tindak kriminal atau bukan mengingat motif kegiatannya terkadang bukan untuk kejahatan. Salah satu contohnya adalah probing atau portscanning. Ini adalah sebutan untuk semacam tindakan pengintaian terhadap sistem milik orang lain dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari sistem yang diintai, termasuk sistem operasi yang digunakan, port-port yang ada, baik yang terbuka maupun tertutup, dan sebagainya.

Berdasarkan Sasaran Kejahatan
Sedangkan berdasarkan sasaran kejahatan, cybercrime dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori seperti berikut ini :
a. Cybercrime yang menyerang individu (Against Person)
Jenis kejahatan ini, sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut. Beberapa contoh kejahatan ini antara lain :
  • Pornografi
Kegiatan yang dilakukan dengan membuat, memasang, mendistribusikan, dan menyebarkan material yang berbau pornografi, cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
  • Cyberstalking
Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya dengan menggunakan e-mail yang dilakukan secara berulang-ulang seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
  • Cyber-Tresspass
Kegiatan yang dilakukan melanggar area privasi orang lain seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke PC, Probing, Port Scanning dan lain sebagainya.
b. Cybercrime menyerang hak milik (Againts Property)
Cybercrime yang dilakukan untuk menggangu atau menyerang hak milik orang lain. Beberapa contoh kejahatan jenis ini misalnya pengaksesan komputer secara tidak sah melalui dunia cyber, pemilikan informasi elektronik secara tidak sah/pencurian informasi, carding, cybersquating, hijacking, data forgery dan segala kegiatan yang bersifat merugikan hak milik orang lain.
c. Cybercrime menyerang pemerintah (Againts Government)
Cybercrime Againts Government dilakukan dengan tujuan khusus penyerangan terhadap pemerintah. Kegiatan tersebut misalnya cyber terorism sebagai tindakan yang mengancam pemerintah termasuk juga cracking ke situs resmi pemerintah atau situs militer.
Penanggulangan Cybercrime
Aktivitas pokok dari cybercrime adalah penyerangan terhadap content, computer system dan communication system milik orang lain atau umum di dalam cyberspace. Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak memerlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Berikut ini cara penanggulangannya :
a. Mengamankan sistem
Tujuan yang nyata dari sebuah sistem keamanan adalah mencegah adanya perusakan bagian dalam sistem karena dimasuki oleh pemakai yang tidak diinginkan. Pengamanan sistem secara terintegrasi sangat diperlukan untuk meminimalisasikan kemungkinan perusakan tersebut. Membangun sebuah keamanan sistem harus merupakan langkah-langkah yang terintegrasi pada keseluruhan subsistemnya, dengan tujuan dapat mempersempit atau bahkan menutup adanya celah-celah unauthorized actions yang merugikan. Pengamanan secara personal dapat dilakukan mulai dari tahap instalasi sistem sampai akhirnya menuju ke tahap pengamanan fisik dan pengamanan data. Pengaman akan adanya penyerangan sistem melaui jaringan juga dapat dilakukan dengan melakukan pengamanan FTP, SMTP, Telnet dan pengamanan Web Server.
b. Penanggulangan Global
The Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, dimana pada tahun 1986 OECD telah memublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime : Analysis of Legal Policy. Menurut OECD, beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah :
  1. melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya.
  2. meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.
  3. meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
  4. meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi.
  5. meningkatkan kerjasama antarnegara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime.
Perlunya Cyberlaw
Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membutuhkan pengaturan hukum yang berkaitan dengan pemanfaatan teknologi tersebut. Sayangnya, hingga saat ini banyak negara belum memiliki perundang-undangan khusus di bidang teknologi informasi, baik dalam aspek pidana maupun perdatanya.
Permasalahan yang sering muncul adalah bagaimana menjaring berbagai kejahatan komputer dikaitkan dengan ketentuan pidana yang berlaku karena ketentuan pidana yang mengatur tentang kejahatan komputer yang berlaku saat ini masih belum lengkap.
Banyak kasus yang membuktikan bahwa perangkat hukum di bidang TI masih lemah. Seperti contoh, masih belum dilakuinya dokumen elektronik secara tegas sebagai alat bukti oleh KUHP. Hal tersebut dapat dilihat pada UU No8/1981 Pasal 184 ayat 1 bahwa undang-undang ini secara definitif membatasi alat-alat bukti hanya sebagai keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa saja. Demikian juga dengan kejahatan pornografi dalam internet, misalnya KUH Pidana pasal 282 mensyaratkan bahwa unsur pornografi dianggap kejahatan jika dilakukan di tempat umum.
Hingga saat ini, di negara kita ternyata belum ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat penjahat cybercrime. Untuk kasuss carding misalnya, kepolisian baru bisa menjerat pelaku kejahatan komputer dengan pasal 363 soal pencurian karena yang dilakukan tersangka memang mencuri data kartu kredit orang lain.

Perlunya Dukungan Lembaga Khusus
Lembaga-lembaga khusus, baik milik pemerintah maupun NGO (Non Government Organization), diperlukan sebagai upaya penanggulangan kejahatan di internet. Amerika Serikat memiliki komputer Crime and Intellectual Property Section (CCIPS) sebagai sebuah divisi khusus dari U.S. Departement of Justice. Institusi ini memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime. Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki IDCERT (Indonesia Computer Emergency Rensponse Team). Unit ini merupakan point of contact bagi orang untuk melaporkan masalah-masalah keamanan komputer.

Referensi 
http://reiza1993.blogspot.com/2015/04/tulisan-modus-modus-kejahatan-dalam.html

Forensik Teknologi Informasi

Perkembangan teknologi salah satunya adalah teknologi informasi memberikan dampak positif maupun negative. Dampak positif ini misalnya adalah pengaksesan informasi secara cepat dan mudah. Dampak negative dari hal ini misalnya terjadinya kejahatan-kejahatan di bidang teknologi informasi, seperti perusakan system informasi pihak tertentu atau mencuri data dari system informasi pihak lain.
Secara garis besar kejahatan yang berkaitan dengan teknologi informasi dapat dibedakan menjadi dua bagian, yang pertama adalah merusak atau menyerang system informasi pihak tertentu. Yang kedua adalah kejahatan dengan memanfaatkan teknologi informasi itu sendiri, misalnya computer beserta internet.Namun karena perkembangan masih terus berlanjut, maka kejahatan pun berkembang menjadi semakin beragam.
Berdasarkan catatan dari berbagai sumber mengenai cybercrime, terdapat banyak sekali kejahatan-kejahatan yang dilakukan di dunia cyber. Misalnya kejahatan-kejahatan umum yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi seperti penipuan kartu kredit, ATM, dan sejenisnya, penipuan perbankan, penipuan bursa efek, pornografi anak, perdagangan narkoba, dan terorisme. Disisi lain ada juga kejahatan yang menjadikan teknologi informasi sebagai sasarannya seperti denial of service attack, defacing, cracking dan phreaking.
Ancaman terhadap system computer yang dalam hal ini sebagai penyedia informasi, dapat dibedakan sebagai berikut :
  1. Interruption dimana mengancam terhadap ketersediaan data atau informasi.
  2. Interception dimana mengancam terhadap kerahasiaan data yang seharusnya tidak boleh diketahui oleh pihak lain.
  3. Modification dimana mengancam integritas dari data karena pihak yang tidak berwenang melakukan perubahan terhadap data tersebut.
  4. Fabrication dimana pihak yang tidak berwenang dapat membuat data duplicat dari data asli. Hal ini sangat berbahaya karena pihak pemakai data mengira bahwa data yang diterima adalah data asli.
Dengan adanya kejahatan-kejahatan semacam itu, maka diperlukan suatu tata cara untuk menganalisis dan menelusuri bukti-bukti digital dari kejahatan tersebut.
Di Indonesia, kegiatan ini diperkuat dengan Undang-Undang  Republik Indonesia No. 11  Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah. Hal ini menjadikan peran digital forensic dalam suatu kasus kejahatan computer menjadi sangat penting.
Sejarah Komputer Forensik
Barang bukti yang dihasilkan dari computer telah digunakan dalam persidangan sejak lama. Pada awalnya hakim tidak membedakan bukti tersebut dengan bukti-bukti lainnya. Namun dengan perkembangan yang ada menjadikan hal tersebut menjadi bermasalah. Bukti-bukti computer dimasukkan ke dalam dokumen resmi hukum melalui US Federal Rules of Evidance pada tahun 1976. Kemudian dengan perkembangannya muncul beberapa dokumen hukum lainnya seperti:
  1. The Electronic Communications Privacy Act (1986) berkaitan dengan penyadapan alat elektronik.
  2. The Computer Security Act (Public Law 100-235) berkaitan dengan keamanan system computer pemerintah
  3. Econimic Espionage Act (1996) berkaitan dengan pencurian rahasia dagang.
Karena penjahat pada umumnya berusaha menghilangkan jejaknya begitu juga penjahat di dunia cyber, maka perlu upaya untuk mengungkap kejahatan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan pengujian system oleh detektif bukan oleh user. Kejahatan ini tidak mengenal sisi geografis, sehingga dapat dilakukan dimana saja dapat dengan jarak yang dekat maupun jauh sekalipun dan dengan mendapatkan hasil yang sama.
Para penjahat pada umumnya lebih maju dalam melaksanakan kejahatannya hingga menghilangkan barang bukti dari pada penegak hukum. Oleh karenanya peran ahli digital forensic untuk menegakkan hukum, mendapatkan dan mengamankan barang bukti, dan memastikan barang bukti tersebut dapat digunakan di pengadilan.
Secara umum digital forensic dapat digunakan untuk keperluan sebagai berikut:
  1. Keperluan investigasi criminal dan perkara pelanggaran hukum
  2. Rekonstruksi insiden keamanan computer
  3. Upaya-upaya pemulihan kerusakan system
  4. Throubleshooting yang melibatkan software dan hardware
  5. Keperluan untuk memahami system maupun alat digital lainnya dengan lebih baik.
Definisi Digital Forensik
Seperti halnya yang lain, ada berbagai pihak yang memberikan definisi mengenai digital forensic.
Menurut Marcella digital forensic adalah aktifitas yang berhubungan dengan pemeliharaan, identifikasi, pengambilan/penyaringan dan dokumentasi bukti digital dalam kejahatan computer.
Menurut Budhisantoso digital forensic adalah kombinasi disiplin ilmu hukum dan pengetahuan computer dalam mengumpulkan dan menganalisa data dari system computer, jaringan, komunikasi nirkabel, dan perangkat penyimpanan sehingga dapat dibawa sebagai barang bukti di dalam penegakan hukum.
Dari kedua definisi tersebut, mungkin dapat disimpulkan bahwa digital forensic adalah penggunaan teknik analisis dan investigasi untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, memeriksa dan menyimpan bukti/informasi secara magnetis tersimpan/tersandikan pada computer atau media penyimpanan digital sebagai alat bukti dalam mengungkap kasus kejahatan yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.
Begitu luasnya lingkup dari digital forensic, maka digital forensic dibagi ke dalam beberapa bagian yaitu : firewall forensics, network forensics, database forensics dan mobile device forensics.
Komponen Digital Forensik
Komponen yang melekat pada digital forensic itu, diantaranya manusia, aturan, dan perangkat.  Ketiganya dikelola, dirangkai, diberdayakan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan dengan segala kelayakan dan kualitas. Manusia yang terlibat tentunya memiliki kualifikasi tersendiri yang berfungsi sebagai pelaku dari kegiatan ini. Untuk menjadi ahli di bidang ini diperlukan pengetahuan yang lebih mengenai ilmu dibidang computer, selain itu juga berbagai pengalaman dan pelatihan mengenai materi digital forensic.Pelaku digital forensic dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
  1. Collection Specialist yang bertugas mengumpulkan barang bukti berupa digital evidence
  2. Examiner yang berperan menguji terhadap media dan mengekstrak data
  3. Investigator yang berperan sebagai penyidik.
Peralatan yang biasa digunakan dalam digital forensic dibedakan menjadi dua, yaitu hardware dan software yang dari keduanya beragam sesuai dengan keperluan dan kemampuan peralatan tersebut.
Komponen yang ketiga adalah aturan yang menyangkut mengenai prosedur atau tata cara dalam mendapatkan, menggali, menganalisa barang bukti dan akhirnya bagaimana menyajikan hasil penyelidikan dalam aturan.
Tahapan implementasi digital forensic
Dalam proses implementasinya, digital forensic dapat dibagi kedalam empat tahap, yaitu: identifikasi bukti digital, penyimpanan bukti digital, analisa bukti digital dan presentasi.
Training dan Sertifikasi
Untuk  menjadi ahli di bidang digital forensic, seseorang harus memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai teknologi informasi baik hardware maupun software. Selain itu harus mendapatkan pelatihan khusus mengenai digital forensic dari berbagai lembaga dangan dibuktikan dengan sertifikat yang banyak dari Certified Information System Security Professional(CISSP), Certified Forensics Analyst(CFA), Experienced Computer Forensic Examiner(ECFE), Certified Computer Examiner(CCE), Computer Hacking Forensic Investigator(CHFI), dan Advanced Information Security(AIS). Selain itu, yang menjadi penilaian lain adalah seberapa lama jam terbang dalam bidang ini, kasus-kasus yang sudah pernah ditangani dan menjadi saksi ahli dalam perkara tersebut. Seperti profesi lainnya, ahli forensic juga memiliki kode etik seperti mengutamakan kejujuran, kebenaran, ketelitian, ketepatan tindakkan, tidak merusak barang bukti, dan independen.
Sumber :
Budhisantoso, Nugroho, Personal Site, (http:// http://www.forensik-komputer.info, diakses 24
Desember 2010).
http://budi.insan.co.id/courses/el7010/2003/rahmadi-report.pdf, diakses pada: 12 Januari
2011.
Kemmish, R. M. What is Forensic Computer. Australian institute of Criminology,
Canberra. (http:// http://www.aic.gov.au/publications/tandi/ti118.pdf, diakses 15
Desember 2010).
Kirschenbaum, M. G, dkk. 2010. Digital Forensic and Born-Digital Content in
Cultural Heritage Collection. Washington: Council on Library and Information
Resources.
Marcella, A. J. & Greenfiled, R. S. 2002. “Cyber Forensics a field manual for
collecting, examining, and preserving evidence of computer crimes”. Florida:
CRC Press LLC.
Prayudi, Y & Afrianto, D. S. 2007. Antisipasi Cyber Crime menggunakan Teknik
Komputer Forensik. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi 2007, diselenggarakan Universitas Islam Indonesia,
Yogyakarta, 16 Juni 2007.
Simarmata, J. 2006. Pengamanan Sistem Komputer. Yogyakarta : Andi Offset.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik Bab III Informasi Dokumen dan Tanda Tangan Elektronik
pasal 5 ayat 1. 2009. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Wahid, A. & Labib, M. 2005. Kejahatan Mayantara (Cyber Crime). Bandung: PT.
Refika Aditama.

Peraturan dan Regulasi (UU No.19 tentang Hak Cipta, UU No.36 tentang Telekomunikasi & Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik)

A.    UU No.19 tentang Hak Cipta

Berdasarkan UU RI no 19 tahun 2002Bab 1 mengenai Ketentuan Umum, pasal 1 :
1.     Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.     Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3.     Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4.     Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5.     Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
6.     Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.

B.     Ketentuan Umum

Pada dasarnya, hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 butir 1).

C.    Lingkup Hak cipta
Lingkup hak cipta diatur didalam bab 2 mengenai LINGKUP HAK CIPTA pasal 2-28 :
-      Ciptaan yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
-      Ciptaan yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.

D.    Hak-Hak Yang Tercakup Dalam Hak Cipta
a.      Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk :
-       Membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik)
-       Mengimpor dan mengekspor ciptaan,
-       Menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan).
-       Menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum
-       Menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.

Yang dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk “kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun”.
Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).

E.     Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah mengumumkan, memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu.
ü  Pasal 12 ayat 1 :
1.)    Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang mencakup :
a.       buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b.      ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu ;
c.       alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan
d.       lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e.        drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan
dan pantomim;
f.       seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
g.      arsitektur
h.       peta;
i.        seni batik;
j.        fotografi;
k.      sinematografi;
1.)       terjemahn, tafsir, saduran, bunga rampai, data base, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
2.)       Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli.
3.)       Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan Perbanyakan hasil karya itu.”
ü  Menurut Pasal 1 ayat 8 :
Program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
ü  Dan Pasal 2 ayat 2:
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan program computer (software) memberikan izin atau melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
F.     Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan Hak cipta, Pembatasan mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan 18. Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial, misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari penciptanya.
Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah “kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu, seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Selain itu, Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun melarang penyebaran ciptaan “yang apabila diumumkan dapat merendahkan nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban umum” (pasal 17).
Ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang dilakukan. Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu sengketa). Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap.

Referensi http://uchirahmawati.blogspot.com/2015/05/peraturan-dan-regulasiuu-no19-tentang.html