Kelompok
Yaswidya Amandarizky Cahyanandyasmoro 17111496
Alvin Dewantara 10111632
Denny Nofyan 11111854
ABSTRAK
Pemilihan umum 2014
tinggal menghitung hari, yakini yang akan diadakan pada tanggal 9 April 2014,
namun dengan tidak berjalannya sesuai harapan para legislatif terpilih pada
periode sebelumnya, yaitu periode 2009 menimbulkan sifat apatis terhadap
masyarakat indonesia, mereka sudah terlanjur pesimis dengan masa depan bangsa
Indonesia. Menurut mereka buat apa ikut pemilu jika janji-janji yang
dicanangkan oleh para caleg hanyalah untuk mengambil hati mereka hanya pada
masa-masa kampanye. Namun setelah mereka terpilih janji-janji yang mereka
canangkan hanyalah bualan semata. Lebih buruknya mereka mengecewakan rakyat
dengan melakukan pengambilan uang rakyat(Korupsi). Berdasarkan sample
penelitian yang dilakukan terhadap 25 responden berkisar antara umur 18-21 tahun
yang termasuk dalam kategori untuk pertama kalinya mengikuti pemilihan umum
nasional untuk periode 5 tahun sekali dihasilkan bahwa ternyata 32% dari jumlah
mereka menyatakan tidak berminat mengikuti Pemilu karena sudah terlanjur apatis
terhadap kinerja para wakil rakyat. Sedangkan untuk pertanyaan yang diajukan
“Sudahkan anda menetapkan pilihan pada Pemilu 2014 mendatang?” ternyata
sebanyak 80 % para pemilih pemula belum menentukan pilihan untuk
penyelenggaraan pemilu April 2014 mendatang. Bahkan sebagian besar para pemilih
pemula menganggap bahwa golput itu sah untuk dilakukan, yakni sebesar 52 %
mereka menyatakan bahwa golput itu sah untuk dilakukan.
A.
PENDAHULUAN
Pemilihan
Umum (Pemilu) dalam negara demokrasi sudah menjadi rutinitas dalam menentukan
regenerasi kepemimpinan. Para teoretisi klasik dari Alexis Tocquiville hingga
Thomas Jefferson percaya bahwa partisipasi politik, khususnya pemberian suara
dalam pemilu (Voting) merupakan kunci menuju suatu pemerintahan yang
demokratis. Pada momen itulah masyarakat dapat berpartisipasi dalam menentukan
pemimpinnya.
Di
Indonesia, sejak pasca kemerdekaan hingga sekarang, bangsa indonesia sudah
melaksanakan sepuluh kali pemilu. Pemilu pertama yang diadakan tahun 1955 yang
merupakan pemilu paling demokratis yang diikuti oleh banyak partai politik.
Pada masa Orde Baru Pemilu diadakan sebanyak 6 kali yakni tahun 1971 yang hanya
diikuti oleh 10 partai politik selanjutnya diadakan pada tahun 1977, 1982,
1987, 1992, 1997 yang diikuti oleh hanya tiga partai politik. Selanjutnya
setelah Orde Baru Indonesia telah melakukan 3 kali pemilu yaitu tahun 1999,
2004, dan 2009.
Namun
dibalik cerita penyelenggaraan Pemilu bangsa kita yaitu pasca pemilu tahun 1955
yakni pada era 1970an terjadi isu yang dimotori oleh sebagian kaum Intelektual
dan Budayawan ditengah Pemilu yang tidak jujur dan adil itu. Isu tersebut
adalah gerakan moral dengan memboikot Pemilihan Umum dengan tidak menggunakan
hak pilihnya saat pemilu tiba. Kelompok
ini disebut Golput(Golongan Putih)
Golput
adalah adalah golongan yang secara sadar menyatakan untuk tidak memilih. Golput
mulai muncul pada pemilu 1971 yang digagas oleh Arif Budiman bersama
rekan-rekannya waktu itu, dia melakukan boikot atas bentuk kekecewaannya
terhadap pemerintahan Soeharto, yang dianggapnya tidak demokratis dengan
membatasi jumlah partai peserta pemilu yaitu hanya 3 partai politik. Dengan
membatasi jumlah peserta pemilu, pemerintah sudah melanggar asas demokrasi yang
paling mendasar, yakni kemerdekaan berserikat dan berpolitik
Jadi jelas bahwa golput yang digagas oleh Arif
Budiman dan kawan-kawan adalah gerakan secara sadar sebagai gerakan moral
sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintahdan terhadap partai-partai
politik.
Fenomena
golput pasca 1971 masih menunjukan eksistensinya setiap diadakannya pemilu.
Pengaruh golput menjadi lebih meluas, kali ini golput muncul dengan berbagai
bentuk protes yang ada dalam masyarakat. Seperti apa yang dikatakan oleh Arbi
Sanit bahwa golput sudah tidak lagi merupakan gerakan protes terhadap penguasa,
akan tetapi golput teelah menyatu kedalam gerakan yang bertujuan memperbaiki
dan mencari alternatif dalam rangka penyempurnaan sistem politik Indonesia.
Yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi Universal.
Kemunculan
golput bertujuan untukmendorong proses demokatisasi di Indonesia dengan cara
menggugat secara langsung keabsahan kekuasan rezim orde baru. Tidak hanya
pelaksanaan pemilu, akan tetapi dalam pelaksanaan sistem politik yang sudah
ada.
Isu
golput tidak hanya terjadi pada masa Orde Baru dan Orde Lama saja yang
beranggapan bahwa Pemilu pada masa itu kurang demokratis. Pada era Reformasi
sekalipun ternyata sering terus ditemukan setiap kali pemilu baik pada Pemilu
1999 hingga Pemilu 2009
Pada
pemilu 1999 jumlah golput mencapai 10,21%. Angka ini cukup tinggi jika
dibandingkan dengan pemilu-pemilu pada masa Orde Baru. Penyebab meningkatnya jumlah golput adalah
menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hilangnya
kepercayaan masyarakat pada masa ini karena pemerintahan Habibie dinilainya
telah gagal dalam menyelesaikan berbagai massalah, diantaranya seperti
berlarut-larutnya penuntasan kasus KKN Soeharto dan Kroni-kroninya.
Pemilu
2004 adalah pertama kalinya pemilu langsung dilaksanakan dalam sejarah
Indonesia untuk memilih presiden. Pada tahun ini rakyat Indonesia mendapatkan
kesempatan memilih secara langsung sesuai amandemen pasal 1 (ayat2) UUD 1945
yang menyatakan “kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang.” Dengan kata lain
saatnya rakyat Indonesia berdaulat atas kehendak dan hak-hak politiknya.
Sepanjang sejarahnya, baru pada tahun 2004 bangsa Indonesia berhasil dalam
mencapai keberhasilan dalam mencapai keberhasilan dalam meraih pencapain
demokrasi terbesar.
B. Metode Penelitian
Dalam
penulisan jurnal ini , metode yang digunakan menggunakan berupa
pengumpulan data dari berbagai
literatur. Penulis menggunakan jenis openelitian Library Research(study
kepustakaan) yaitu dengan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan pemilu
2004 dan 2009 dengan berupa buku-buku, artikel dari berbagai media, baik baik
elektronik maupun cetak yang kemudia dibahas dan dianalisis lalu ditulis dalam
bentuk jurnal. Analisa data dalam jurnal ini, penulis menggunakan dua metode
dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan mendeskripsikan dan
kemudian menganalisisnya sesuai dengan temuan penulis.
C.Pembahasan
i.Pengertian dan Jenis-jenis Golput
Berbicara
mengenai golput adalah berbicara sebuah fenomena yang selalu ramai
diperbincangkan setiap kali pemilu. Realitas yang membuktikan bahwa disetiap
pemilu dari mulai pemilu 1995-2004, angka pemilih yang tidak sah dan atau warga
tidak menggunakan hak pilihnya selalu terus ditemukan. Apakah angka-angka
tersebut masuk pada katagori golput?
Untuk itu, walaupun golput
hanyalah suatu fenomena dan belum bisa dikatagorikan secara akademis, paling
tidak pada bab in, penulis ingin menguraikan secara akademis, paling tidak pada
bab ini, penulismenguraikan terlebih dahulu pengertian dan jenis-jenis golput
itu sendiri.
Golput atau golongan putih adalah
sebutan yang tidak mau menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Atau sering pula
didefiniskan kepada sekelompok orang yang tidak mau memilih salah satu partai
peserta pemilu. Intinya, golput adalah sebutan yang dialamatkan kepada
sekelompok orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu untuk
menentukan pemimpinannya.
Dalam literatur perilaku memilih,
penjelasan golput menunjuk pada perilaku nonvotin. Perilaku nonvoting umumnya
digunakan untuk merujuk pada fenomena ketidakhadiran seseorang dalam pemilu
karena tidaknya motivasi.
Pada realitasnya, dalam
penghitungan hasil pemilu, golput biasanya dipakai untuk menggambarkan banyak
fenomena, misalnya tidak hadir, kertas suara kosong, surat suara dirusak
sengaja atau surat suara rusak yang tidak disengaja. Panitia biasanya melabel terhadap
surat suara tersebut dengan sebutan suara tidak sah. Kecuali yang tidak hadir
ii. Penyebab Seseorang Golput
Golput adalah
suatu hal yang selalu ada di setiap pemilu dan ini terjadi terhadap negara yang
menjunjung tinggi demokrasi. Beberapa studi menunjukan bahwa semakin tinggi
demokratis suatu negara maka semakin angka pengembalian suara.
Di
negara seperti amerika pun tingkat partisipasi masih rendah, Di beberapa kota
di Amerika masalah politik tidak terlalu menjadi perhatian masyarakat. Di sana
lebih memusatkan pada kegiatan- kegiatan yang menyangkut seperti
makanan,seks,percintaan,keluarga,pekerjaan,kesenangan,tempat
tinggal,kenyamanan,persahabatan dan yang lainya.
Ada
tiga teori yang menjelaskan fenomena golput dalam prilaku memilih (voter behavior).pertama, teori
sosiologis. Seseorang tidak ikut dalam pemilihan akibat dari latar belakang
sosiologis. Seperti meliputi faktor agama,pendidikan,pekerjaan,ras dan
sebagainya. Kedua, teori psikologis.
Keputusan seseorang untuk ikut memilih atau tidak ditentukan oleh faktor
psikologis seperti kedekatan (attachment)
dengan partai atau kandidat yang ada. Ketiga,
Teori ekonomi politik. Keputusan untuk memilih atau tidak dilandasi oleh
pertimbangan rasional. Misalnya ketidak percayaan adanya perubahan dan yang
lainya.
Dalam
buku yang di tulis oleh Idris Thaha ada dua faktor yang menyebabkan partisipasi
warga negara dalam politik. Pertama,
Kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara, Kedua, Sikap dan kepercayaan atau penilaian warga negara terhadap
pemerintah, akan tetapi, keduanya tidak tidak bisa berdiri sendiri. Bisa jadi
tinggi rendahnya partisipasi politik masyarakat oleh faktor lainya,misalnya
status sosial dan ekonomi,afiliasi politik orang tua dan pengalaman
bernegosiasi.
iii. Golput dalam Sejarah Pemilu Indonesia
Pemilihan umum (pemilu) pertama di Indonesia diadakan
tahun 1955 untuk
memilih anggota DPR dan Dewan
Konstituate. Pemilu 1955 adalah pemilu yang paling demokratis pertama kalinya
yang pernah diadakan di Indonesia. Pada saat itu rakyat Indonesia sangat
bergairah untuk berperan serta dalam mensukseskan pemiliu tersebut. Kemungkinan
pada saat itu belum ada fenomena golongan putih (golput), jika ada juga mungkin
tidak terdengar suaranya. Pada saat itu kira-kira sekitar 91,54% dari jumlah
rakyat pemilih terdaftar ikut menyampaikan suaranya dalam pemilihan anggota DPR
sekitar 90% dari rakyat pemilih terdaftar ikut menyampaikan suaranya dalam
pemilihan anggota Dewan Konstituate.
Golput
muncul pada tahun 1970-an, Golput sebagai reaksi terhadap segala kecurangan
yang dilakukan pemerintahan pada saat itu. Para pelopor golput adalah para
aktivis angkatan ’66 diantaranya Arief Budiman, Marsilam Simanjuntak, Julius
Usman, Imam Waluyo, dan juga Adnan Buyung Nasution. Kemudian gerakan ini
mendapat dukungan dari berbagai daerah seperti Bogor, Bandung, Yogyakarta,
Semarang serta Solo. Dan pada tanggal 4 Juni 1971 menurut Harian Kami,Golput lahir di Balai Budaya Jakarta dengan menyatakan
tidak memilih salah satu gambar peserta pemilu saitu. Dan mendapat dukungan
dari beberapa Dewan mahasiswa dan senat mahasiswa di beberapa perguruan tinggi
Indonesia,terutama di Jawa.
Sebenarnya
hakikat dasar aktivis angkatan ’66 dalam merealisasikan dan melahirkan Tri
Tuntutan Rakyat (TRITURA). Tuntutan pertama yaitu bubarkan PKI menjadi sasaran
pergolakan mahasiswa dan komponen Orde baru lainya meliputi dua sistem
kekuasaan otoritarianisme yang sedang tumbuh di Indonesia. Pertama Demokrasi
Terpimpin Soekarno sejak pertengahan tahun 1959 dan kedua Partai Komunis yang meneliti
puncak usahanya untuk menguasai negara lewat kudeta 30 September 1965. Tuntuan
Kedua, Dibalik Kabinet sebagai sasaran tuntutan mahasiswa , terlihat sistem
pemerintahan yang kurang efektif sekalipun telah di bekali dengan kekuasaan
memusat berupa kewenangan untuk mengintervensi DPR GR dan dilandasi oleh hanya
tiga kekuatan politik ( Angkatan Darat, PKI dan PNI). Demokratisasi dan
pengektifan sistem pemerintahan adalah hakikat dari tuntutan mahasiswa mengenai
perombakan kabinet. Tuntutan Ketiga, penurunan harga yang bermakna pembangunan
ekonomi secara terencana dan terkontrol
D.Kesimpulan dan Saran
Golput atau
golongan putih adalah sebutan yang dialamatkan kepada orang yang tidak mau
menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Atau sebutan yang dialamatkan kepada
sekelompok orang yang tidak mau memlilih salah satu peserta pemilu. Intinya,
golput adalah sebutan yang dialamatkan kepada orang atau sekelompok orang yang
tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.
Dalam
sejarah pemilu di Indonesia, golput baru lahir menjelang pemilu 1971 sebagai
sikap kekecewan sekelompok orang terhadap rezim Orde Baru yang dimotori oleh
Arif Budimandan kawan-kawan sebagai gerakan moral dalam rangka memboikot pemilu
yang dianggapnya tidak jurdil, tidak demokkratis, dan banyak dimanipulasi oleh
pemerintah. Bagi pandangan kelompok ini, pemilu hanayalah alat untuk
melenggangkan kekuasaan Orde Baru agar mendapatkan legitimasi dari masyarakat.
Pada masa ini banayak masyarakat yang dimobilisasi untuk mengikuti pemilu, seperti
pegawai negara sipil yang dalam kopri yang diharuskan memilih Golkar. Pada masa
ini memilih terkesan sebagai kewajiban
Walaupun
golput bukan sebuah organisasi, pada waktu itu golput seperti halnya
partai-partai lain yaitu melakukan pendidikan politik, membuat
pernyataan-pernyataan di media cetak, dan menempelkan tanda gambar golput
berupa segi lima hitam diatas kertas/kain dengan warna dasar putih dengan
tulisan golput di bagian bawahnya berdekatan dengan tanda gambar peserta pemilu
lain, Dengan melihat cara-cara seperti ini, maka gerakan ini tidak hanya
sebagai gerakan moral, akan tetapi sudah
menyerupai kekuatan politik.
Pasca
tumbuhnya Orde Baru, memilih tidak memilih merupakan hak dan tidak ada sanksi
apapun bagi yang tidak memilih. Memilih atau tidak sama saja nilainya manakala
dilakukan dengan bertanggung jawab. Dalam hal memilih merupakan hak, maka
fenomena golput sudah tidak lagi mewakili homogenitas sekelompok orang yang
secara sadar memboikot pemilu. Lagi pula banyak alasan mengapa seseorang tidak
memilih. Pada realitasnya golput sering ditujukan untuk menggeneralisir suara
yang tidak sah dan tidak memilih. Dengan arti kata, secara umum golput dipakai
untuk menggambarkan banyak fenomena misalnya tidak hadir ke bilik suara, kartu
suara rusak, baik disengaja maupun tidak, dan kartu suara kosong.
Mengenai
golput pasca Orde Baru, seperti yang sudah dijelaskan, beberap pengamat membagi
golput kepada beberapa katagori: Indra J
Palilang mengelompokan golput pada tiga jenis yaitu golput ideologis, politis,
pragmatis,; Arief Budiman mengelompokan golput menjadi tiga jenis yaitu golput
karena politis, apatis dan karena kecelakaan; adapun Eep Saefulloh Fatah
mengelompokan golput menjadi empat jenis yaitu golput teknis-teknis tertentu,
teknis politis, dan golput ideologis.
Sedangkan
dengan pengelompokan golput di atas, penulis mengambil benang merahnya bahwa
faktor-faktor penyebab meningkatnya golput pada pemilu 2004 sesuai dengan temuan
berdasarkan data-data yang didapatkan menjadi tiga jenis golput, yaitu:
Politis, Administratif, non Administratif.
Saran-saran
Penelitian
terhadap fenomena golput masih sangat minim, penulis mengalami
kesulitan dalam
mencari referensi-referensi yang berkaitan dengan judul tersebut. Kajian-kajian
mengenai golput walaupun ada, baru dalam bentuk opini pada artikel-artikel yang
kurang memberikan penjelasan lebih mendalam.Buku yang khusus mengkaji golput
yang penulis temukan hanya empat buku:Presiden Golput yang ditulis oleh
Muhammad Asfar, Politik Golput di Indonesia;Kasusu Peristiwa Jogja 1992 yang
ditulis oleh Priyambudi Sulistianto, Golput
Aneka Pandangan dan Fenomena
Politik yang disunting oleh Drs. Arbi Sanit, dan keempat Islam dan Demokrasi
Mengungkap Fenomena Golput yang ditulis oleh Badri Khaeruman, dkk.
Penelitian
tentang golput yang penulis lakukan ini baru penelitian yang sifatnya
deskriptif. Untuk itu kepada para peneliti, penulis menyerankan agar fenomena
ini tidak dilewatkan begitu saja. Harus ada penelitian-penelitian yang lebih
mendalam lagi dalam mengungkap fenomena yang selalu ada pada ritual lima
tahunan ini, mengingat belum semua masyarakat luas tahu dan paham yang dimaksud
dengan golput. Memang secara akademis belum ada kategorisasi tentang golput.
Untuk itu, penulis pun ketika mengklasifikasikan golput hanya berdasarkan
pandangan-pandangan dari para tokoh/pengamat politik yang conceren terhadap
kajian tersebut. Walaupun demikian setidaknya penulis mencoba membantu memberikan
gambaran tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan meningkatnya golput
pada pemilu 2004 lalu.
Kepada
para elit politik, pemerintah, jadikanlah fenomena ini sebagai
bentuk introspeksi dalam rangka
perbaikan hidup kenegaraan ke depannya, sebagai social control terhadap
elit-elit baik di DPR maupun di eksekutif, baik dipemerintahan pusat maupun di
daerah. Fenomena ini jangan dijadikan sebagai ancaman terhadap legitimasi
kekuasaan. Dengan adanya fenomena ini diharapkan pemerintah bisa benar-benar
memperhatikan kepentingan rakyat banyak bukan kepentingan golongan.
Kepada
lembaga pencatat data pemilih, baik BPS, KPU, petugas RT/RW dan petugas-petugas
penyelenggara pemilu lainnya yang terkait dengan pendataan penduduk diharapkan
agar dapat bekerja lebih ekstra lagi dalam mendata pemilih. Dengan demikian
nantinya pemilih yang tidak terdaftar dapat diminimalisir karena dampaknya
selain bisa memperbesar jumlah golput juga dapat mengakibatkan terjadinya
konflik bagi para caleg atau parpol yang merasa
dirugikan dengan kasus tersebut.
Kepada
khalayak umum, dengan adanya kebebasan di era Reformasi ini, penulis
menyarankan pada setiap pemilu maupun pilkada agar memberikan hak suara sesuai
dengan kata hati sebagai bentuk partisipasi politik dalam rangka menentukan
pemimpin dan nasib bangsa yang lebih baik. Sehingga pemerintahan yang terpilih
nantinya benar-benar mendapatkan pengakuan yang sah dari masyarakat dan
pemerintahannya pun legitimate.
Daftar Pustaka
“Banyak Warga Jakpus Tak
Terdaftar dalam DPT.” Berita diakses pada 24 Februari 2009 dari
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=24136
“Golongan Putih.” Dalam
Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 6 Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004: h.
197.
“Jumlah Pemilih Belum Terdaftar
Kurang dari 0,5%.” Berita diakses pada 24 Februari 2009 dari
http://www.suaramerdeka.com/harian/0404/02/nas8.htm
“Kemenangan Golkar adalah
Kekalahannya di Bidang Moral.” Artikel diakses pada 11 Desember 2008 dari
http://kontak.club.fr/Apakah%Pemilu%201997
%20d409245940An%20Suharto%20harus%20dipertahankan%.htm
“Pendataan Pemilih, Titik Rawan
Pemilu Berkualitas.” Berita diakses pada 24 Februari 2009 dari
http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2003/5/2/pol3. Htm.
“Ribuan Warga Pedalaman Tak
Terdaftar Pemilu.” Berita diakses pada 24
Februarai 2009 dari
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/25/daerah/873674.
“Sebanyak 13,2 Juta Pemilih Belum
Terdaftar.” Berita diakses pada 24 Februari 2009 dari
http:/www2.kompas.com/kompas-cetak/0403/11/politikhukum/90 6594.htm