Rabu, 25 Juni 2014

Fenomena Golput di Indonesia

Kelompok 
Yaswidya Amandarizky Cahyanandyasmoro 17111496
Alvin Dewantara 10111632
Denny Nofyan 11111854

ABSTRAK
Pemilihan umum 2014 tinggal menghitung hari, yakini yang akan diadakan pada tanggal 9 April 2014, namun dengan tidak berjalannya sesuai harapan para legislatif terpilih pada periode sebelumnya, yaitu periode 2009 menimbulkan sifat apatis terhadap masyarakat indonesia, mereka sudah terlanjur pesimis dengan masa depan bangsa Indonesia. Menurut mereka buat apa ikut pemilu jika janji-janji yang dicanangkan oleh para caleg hanyalah untuk mengambil hati mereka hanya pada masa-masa kampanye. Namun setelah mereka terpilih janji-janji yang mereka canangkan hanyalah bualan semata. Lebih buruknya mereka mengecewakan rakyat dengan melakukan pengambilan uang rakyat(Korupsi). Berdasarkan sample penelitian yang dilakukan terhadap 25 responden berkisar antara umur 18-21 tahun yang termasuk dalam kategori untuk pertama kalinya mengikuti pemilihan umum nasional untuk periode 5 tahun sekali dihasilkan bahwa ternyata 32% dari jumlah mereka menyatakan tidak berminat mengikuti Pemilu karena sudah terlanjur apatis terhadap kinerja para wakil rakyat. Sedangkan untuk pertanyaan yang diajukan “Sudahkan anda menetapkan pilihan pada Pemilu 2014 mendatang?” ternyata sebanyak 80 % para pemilih pemula belum menentukan pilihan untuk penyelenggaraan pemilu April 2014 mendatang. Bahkan sebagian besar para pemilih pemula menganggap bahwa golput itu sah untuk dilakukan, yakni sebesar 52 % mereka menyatakan bahwa golput itu sah untuk dilakukan.









A.     PENDAHULUAN

Pemilihan Umum (Pemilu) dalam negara demokrasi sudah menjadi rutinitas dalam menentukan regenerasi kepemimpinan. Para teoretisi klasik dari Alexis Tocquiville hingga Thomas Jefferson percaya bahwa partisipasi politik, khususnya pemberian suara dalam pemilu (Voting) merupakan kunci menuju suatu pemerintahan yang demokratis. Pada momen itulah masyarakat dapat berpartisipasi dalam menentukan pemimpinnya.
Di Indonesia, sejak pasca kemerdekaan hingga sekarang, bangsa indonesia sudah melaksanakan sepuluh kali pemilu. Pemilu pertama yang diadakan tahun 1955 yang merupakan pemilu paling demokratis yang diikuti oleh banyak partai politik. Pada masa Orde Baru Pemilu diadakan sebanyak 6 kali yakni tahun 1971 yang hanya diikuti oleh 10 partai politik selanjutnya diadakan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, 1997 yang diikuti oleh hanya tiga partai politik. Selanjutnya setelah Orde Baru Indonesia telah melakukan 3 kali pemilu yaitu tahun 1999, 2004, dan 2009.
Namun dibalik cerita penyelenggaraan Pemilu bangsa kita yaitu pasca pemilu tahun 1955 yakni pada era 1970an terjadi isu yang dimotori oleh sebagian kaum Intelektual dan Budayawan ditengah Pemilu yang tidak jujur dan adil itu. Isu tersebut adalah gerakan moral dengan memboikot Pemilihan Umum dengan tidak menggunakan hak pilihnya  saat pemilu tiba. Kelompok ini disebut Golput(Golongan Putih)
Golput adalah adalah golongan yang secara sadar menyatakan untuk tidak memilih. Golput mulai muncul pada pemilu 1971 yang digagas oleh Arif Budiman bersama rekan-rekannya waktu itu, dia melakukan boikot atas bentuk kekecewaannya terhadap pemerintahan Soeharto, yang dianggapnya tidak demokratis dengan membatasi jumlah partai peserta pemilu yaitu hanya 3 partai politik. Dengan membatasi jumlah peserta pemilu, pemerintah sudah melanggar asas demokrasi yang paling mendasar, yakni kemerdekaan berserikat dan berpolitik
Jadi jelas bahwa golput yang digagas oleh Arif Budiman dan kawan-kawan adalah gerakan secara sadar sebagai gerakan moral sebagai bentuk kekecewaan terhadap pemerintahdan terhadap partai-partai politik.
Fenomena golput pasca 1971 masih menunjukan eksistensinya setiap diadakannya pemilu. Pengaruh golput menjadi lebih meluas, kali ini golput muncul dengan berbagai bentuk protes yang ada dalam masyarakat. Seperti apa yang dikatakan oleh Arbi Sanit bahwa golput sudah tidak lagi merupakan gerakan protes terhadap penguasa, akan tetapi golput teelah menyatu kedalam gerakan yang bertujuan memperbaiki dan mencari alternatif dalam rangka penyempurnaan sistem politik Indonesia. Yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi Universal.
Kemunculan golput bertujuan untukmendorong proses demokatisasi di Indonesia dengan cara menggugat secara langsung keabsahan kekuasan rezim orde baru. Tidak hanya pelaksanaan pemilu, akan tetapi dalam pelaksanaan sistem politik yang sudah ada.
Isu golput tidak hanya terjadi pada masa Orde Baru dan Orde Lama saja yang beranggapan bahwa Pemilu pada masa itu kurang demokratis. Pada era Reformasi sekalipun ternyata sering terus ditemukan setiap kali pemilu baik pada Pemilu 1999 hingga Pemilu 2009
Pada pemilu 1999 jumlah golput mencapai 10,21%. Angka ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan pemilu-pemilu pada masa Orde Baru.  Penyebab meningkatnya jumlah golput adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hilangnya kepercayaan masyarakat pada masa ini karena pemerintahan Habibie dinilainya telah gagal dalam menyelesaikan berbagai massalah, diantaranya seperti berlarut-larutnya penuntasan kasus KKN Soeharto dan Kroni-kroninya.
Pemilu 2004 adalah pertama kalinya pemilu langsung dilaksanakan dalam sejarah Indonesia untuk memilih presiden. Pada tahun ini rakyat Indonesia mendapatkan kesempatan memilih secara langsung sesuai amandemen pasal 1 (ayat2) UUD 1945 yang menyatakan  “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang.” Dengan kata lain saatnya rakyat Indonesia berdaulat atas kehendak dan hak-hak politiknya. Sepanjang sejarahnya, baru pada tahun 2004 bangsa Indonesia berhasil dalam mencapai keberhasilan dalam mencapai keberhasilan dalam meraih pencapain demokrasi terbesar.




















B. Metode Penelitian
Dalam penulisan jurnal ini , metode yang digunakan menggunakan berupa
pengumpulan data dari berbagai literatur. Penulis menggunakan jenis openelitian Library Research(study kepustakaan) yaitu dengan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan pemilu 2004 dan 2009 dengan berupa buku-buku, artikel dari berbagai media, baik baik elektronik maupun cetak yang kemudia dibahas dan dianalisis lalu ditulis dalam bentuk jurnal. Analisa data dalam jurnal ini, penulis menggunakan dua metode dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan mendeskripsikan dan kemudian menganalisisnya sesuai dengan temuan penulis.

















C.Pembahasan
i.Pengertian dan Jenis-jenis Golput
            Berbicara mengenai golput adalah berbicara sebuah fenomena yang selalu ramai diperbincangkan setiap kali pemilu. Realitas yang membuktikan bahwa disetiap pemilu dari mulai pemilu 1995-2004, angka pemilih yang tidak sah dan atau warga tidak menggunakan hak pilihnya selalu terus ditemukan. Apakah angka-angka tersebut masuk pada katagori golput?
Untuk itu, walaupun golput hanyalah suatu fenomena dan belum bisa dikatagorikan secara akademis, paling tidak pada bab in, penulis ingin menguraikan secara akademis, paling tidak pada bab ini, penulismenguraikan terlebih dahulu pengertian dan jenis-jenis golput itu sendiri.
Golput atau golongan putih adalah sebutan yang tidak mau menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Atau sering pula didefiniskan kepada sekelompok orang yang tidak mau memilih salah satu partai peserta pemilu. Intinya, golput adalah sebutan yang dialamatkan kepada sekelompok orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu untuk menentukan pemimpinannya.
Dalam literatur perilaku memilih, penjelasan golput menunjuk pada perilaku nonvotin. Perilaku nonvoting umumnya digunakan untuk merujuk pada fenomena ketidakhadiran seseorang dalam pemilu karena tidaknya motivasi.
Pada realitasnya, dalam penghitungan hasil pemilu, golput biasanya dipakai untuk menggambarkan banyak fenomena, misalnya tidak hadir, kertas suara kosong, surat suara dirusak sengaja atau surat suara rusak yang tidak disengaja. Panitia biasanya melabel terhadap surat suara tersebut dengan sebutan suara tidak sah. Kecuali yang tidak hadir
ii. Penyebab Seseorang Golput
            Golput adalah suatu hal yang selalu ada di setiap pemilu dan ini terjadi terhadap negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Beberapa studi menunjukan bahwa semakin tinggi demokratis suatu negara maka semakin angka pengembalian suara.
            Di negara seperti amerika pun tingkat partisipasi masih rendah, Di beberapa kota di Amerika masalah politik tidak terlalu menjadi perhatian masyarakat. Di sana lebih memusatkan pada kegiatan- kegiatan yang menyangkut seperti makanan,seks,percintaan,keluarga,pekerjaan,kesenangan,tempat tinggal,kenyamanan,persahabatan dan yang lainya.
            Ada tiga teori yang menjelaskan fenomena golput dalam prilaku memilih (voter behavior).pertama, teori sosiologis. Seseorang tidak ikut dalam pemilihan akibat dari latar belakang sosiologis. Seperti meliputi faktor agama,pendidikan,pekerjaan,ras dan sebagainya. Kedua, teori psikologis. Keputusan seseorang untuk ikut memilih atau tidak ditentukan oleh faktor psikologis seperti kedekatan (attachment) dengan partai atau kandidat yang ada. Ketiga, Teori ekonomi politik. Keputusan untuk memilih atau tidak dilandasi oleh pertimbangan rasional. Misalnya ketidak percayaan adanya perubahan dan yang lainya.
            Dalam buku yang di tulis oleh Idris Thaha ada dua faktor yang menyebabkan partisipasi warga negara dalam politik. Pertama, Kesadaran terhadap hak dan kewajiban sebagai warga negara, Kedua, Sikap dan kepercayaan atau penilaian warga negara terhadap pemerintah, akan tetapi, keduanya tidak tidak bisa berdiri sendiri. Bisa jadi tinggi rendahnya partisipasi politik masyarakat oleh faktor lainya,misalnya status sosial dan ekonomi,afiliasi politik orang tua dan pengalaman bernegosiasi.
iii. Golput dalam Sejarah Pemilu Indonesia
Pemilihan umum (pemilu) pertama di Indonesia diadakan tahun 1955 untuk
memilih anggota DPR dan Dewan Konstituate. Pemilu 1955 adalah pemilu yang paling demokratis pertama kalinya yang pernah diadakan di Indonesia. Pada saat itu rakyat Indonesia sangat bergairah untuk berperan serta dalam mensukseskan pemiliu tersebut. Kemungkinan pada saat itu belum ada fenomena golongan putih (golput), jika ada juga mungkin tidak terdengar suaranya. Pada saat itu kira-kira sekitar 91,54% dari jumlah rakyat pemilih terdaftar ikut menyampaikan suaranya dalam pemilihan anggota DPR sekitar 90% dari rakyat pemilih terdaftar ikut menyampaikan suaranya dalam pemilihan anggota Dewan Konstituate.
Golput muncul pada tahun 1970-an, Golput sebagai reaksi terhadap segala kecurangan yang dilakukan pemerintahan pada saat itu. Para pelopor golput adalah para aktivis angkatan ’66 diantaranya Arief Budiman, Marsilam Simanjuntak, Julius Usman, Imam Waluyo, dan juga Adnan Buyung Nasution. Kemudian gerakan ini mendapat dukungan dari berbagai daerah seperti Bogor, Bandung, Yogyakarta, Semarang serta Solo. Dan pada tanggal 4 Juni 1971 menurut Harian Kami,Golput lahir di Balai Budaya Jakarta dengan menyatakan tidak memilih salah satu gambar peserta pemilu saitu. Dan mendapat dukungan dari beberapa Dewan mahasiswa dan senat mahasiswa di beberapa perguruan tinggi Indonesia,terutama di Jawa.
Sebenarnya hakikat dasar aktivis angkatan ’66 dalam merealisasikan dan melahirkan Tri Tuntutan Rakyat (TRITURA). Tuntutan pertama yaitu bubarkan PKI menjadi sasaran pergolakan mahasiswa dan komponen Orde baru lainya meliputi dua sistem kekuasaan otoritarianisme yang sedang tumbuh di Indonesia. Pertama Demokrasi Terpimpin Soekarno sejak pertengahan tahun 1959 dan kedua Partai Komunis yang meneliti puncak usahanya untuk menguasai negara lewat kudeta 30 September 1965. Tuntuan Kedua, Dibalik Kabinet sebagai sasaran tuntutan mahasiswa , terlihat sistem pemerintahan yang kurang efektif sekalipun telah di bekali dengan kekuasaan memusat berupa kewenangan untuk mengintervensi DPR GR dan dilandasi oleh hanya tiga kekuatan politik ( Angkatan Darat, PKI dan PNI). Demokratisasi dan pengektifan sistem pemerintahan adalah hakikat dari tuntutan mahasiswa mengenai perombakan kabinet. Tuntutan Ketiga, penurunan harga yang bermakna pembangunan ekonomi secara terencana dan terkontrol






D.Kesimpulan dan Saran
            Golput atau golongan putih adalah sebutan yang dialamatkan kepada orang yang tidak mau menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Atau sebutan yang dialamatkan kepada sekelompok orang yang tidak mau memlilih salah satu peserta pemilu. Intinya, golput adalah sebutan yang dialamatkan kepada orang atau sekelompok orang yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu.
            Dalam sejarah pemilu di Indonesia, golput baru lahir menjelang pemilu 1971 sebagai sikap kekecewan sekelompok orang terhadap rezim Orde Baru yang dimotori oleh Arif Budimandan kawan-kawan sebagai gerakan moral dalam rangka memboikot pemilu yang dianggapnya tidak jurdil, tidak demokkratis, dan banyak dimanipulasi oleh pemerintah. Bagi pandangan kelompok ini, pemilu hanayalah alat untuk melenggangkan kekuasaan Orde Baru agar mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Pada masa ini banayak masyarakat yang dimobilisasi untuk mengikuti pemilu, seperti pegawai negara sipil yang dalam kopri yang diharuskan memilih Golkar. Pada masa ini memilih terkesan sebagai kewajiban
            Walaupun golput bukan sebuah organisasi, pada waktu itu golput seperti halnya partai-partai lain yaitu melakukan pendidikan politik, membuat pernyataan-pernyataan di media cetak, dan menempelkan tanda gambar golput berupa segi lima hitam diatas kertas/kain dengan warna dasar putih dengan tulisan golput di bagian bawahnya berdekatan dengan tanda gambar peserta pemilu lain, Dengan melihat cara-cara seperti ini, maka gerakan ini tidak hanya sebagai gerakan  moral, akan tetapi sudah menyerupai kekuatan politik.
            Pasca tumbuhnya Orde Baru, memilih tidak memilih merupakan hak dan tidak ada sanksi apapun bagi yang tidak memilih. Memilih atau tidak sama saja nilainya manakala dilakukan dengan bertanggung jawab. Dalam hal memilih merupakan hak, maka fenomena golput sudah tidak lagi mewakili homogenitas sekelompok orang yang secara sadar memboikot pemilu. Lagi pula banyak alasan mengapa seseorang tidak memilih. Pada realitasnya golput sering ditujukan untuk menggeneralisir suara yang tidak sah dan tidak memilih. Dengan arti kata, secara umum golput dipakai untuk menggambarkan banyak fenomena misalnya tidak hadir ke bilik suara, kartu suara rusak, baik disengaja maupun tidak, dan kartu suara kosong.
            Mengenai golput pasca Orde Baru, seperti yang sudah dijelaskan, beberap pengamat membagi golput  kepada beberapa katagori: Indra J Palilang mengelompokan golput pada tiga jenis yaitu golput ideologis, politis, pragmatis,; Arief Budiman mengelompokan golput menjadi tiga jenis yaitu golput karena politis, apatis dan karena kecelakaan; adapun Eep Saefulloh Fatah mengelompokan golput menjadi empat jenis yaitu golput teknis-teknis tertentu, teknis politis, dan golput ideologis.
            Sedangkan dengan pengelompokan golput di atas, penulis mengambil benang merahnya bahwa faktor-faktor penyebab meningkatnya golput pada pemilu 2004 sesuai dengan temuan berdasarkan data-data yang didapatkan menjadi tiga jenis golput, yaitu: Politis, Administratif, non Administratif.
Saran-saran
Penelitian terhadap fenomena golput masih sangat minim, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi-referensi yang berkaitan dengan judul tersebut. Kajian-kajian mengenai golput walaupun ada, baru dalam bentuk opini pada artikel-artikel yang kurang memberikan penjelasan lebih mendalam.Buku yang khusus mengkaji golput yang penulis temukan hanya empat buku:Presiden Golput yang ditulis oleh Muhammad Asfar, Politik Golput di Indonesia;Kasusu Peristiwa Jogja 1992 yang ditulis oleh Priyambudi Sulistianto, Golput
Aneka Pandangan dan Fenomena Politik yang disunting oleh Drs. Arbi Sanit, dan keempat Islam dan Demokrasi Mengungkap Fenomena Golput yang ditulis oleh Badri Khaeruman, dkk.
Penelitian tentang golput yang penulis lakukan ini baru penelitian yang sifatnya deskriptif. Untuk itu kepada para peneliti, penulis menyerankan agar fenomena ini tidak dilewatkan begitu saja. Harus ada penelitian-penelitian yang lebih mendalam lagi dalam mengungkap fenomena yang selalu ada pada ritual lima tahunan ini, mengingat belum semua masyarakat luas tahu dan paham yang dimaksud dengan golput. Memang secara akademis belum ada kategorisasi tentang golput. Untuk itu, penulis pun ketika mengklasifikasikan golput hanya berdasarkan pandangan-pandangan dari para tokoh/pengamat politik yang conceren terhadap kajian tersebut. Walaupun demikian setidaknya penulis mencoba membantu memberikan gambaran tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan meningkatnya golput pada pemilu 2004 lalu.
Kepada para elit politik, pemerintah, jadikanlah fenomena ini sebagai
bentuk introspeksi dalam rangka perbaikan hidup kenegaraan ke depannya, sebagai social control terhadap elit-elit baik di DPR maupun di eksekutif, baik dipemerintahan pusat maupun di daerah. Fenomena ini jangan dijadikan sebagai ancaman terhadap legitimasi kekuasaan. Dengan adanya fenomena ini diharapkan pemerintah bisa benar-benar memperhatikan kepentingan rakyat banyak bukan kepentingan golongan.
Kepada lembaga pencatat data pemilih, baik BPS, KPU, petugas RT/RW dan petugas-petugas penyelenggara pemilu lainnya yang terkait dengan pendataan penduduk diharapkan agar dapat bekerja lebih ekstra lagi dalam mendata pemilih. Dengan demikian nantinya pemilih yang tidak terdaftar dapat diminimalisir karena dampaknya selain bisa memperbesar jumlah golput juga dapat mengakibatkan terjadinya konflik bagi para caleg atau parpol yang merasa
dirugikan dengan kasus tersebut.
Kepada khalayak umum, dengan adanya kebebasan di era Reformasi ini, penulis menyarankan pada setiap pemilu maupun pilkada agar memberikan hak suara sesuai dengan kata hati sebagai bentuk partisipasi politik dalam rangka menentukan pemimpin dan nasib bangsa yang lebih baik. Sehingga pemerintahan yang terpilih nantinya benar-benar mendapatkan pengakuan yang sah dari masyarakat dan pemerintahannya pun legitimate.





Daftar Pustaka
“Banyak Warga Jakpus Tak Terdaftar dalam DPT.” Berita diakses pada 24 Februari 2009 dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=24136
“Golongan Putih.” Dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, Jilid 6 Jakarta: PT Delta Pamungkas, 2004: h. 197.
“Jumlah Pemilih Belum Terdaftar Kurang dari 0,5%.” Berita diakses pada 24 Februari 2009 dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0404/02/nas8.htm
“Kemenangan Golkar adalah Kekalahannya di Bidang Moral.” Artikel diakses pada 11 Desember 2008 dari http://kontak.club.fr/Apakah%Pemilu%201997 %20d409245940An%20Suharto%20harus%20dipertahankan%.htm
“Pendataan Pemilih, Titik Rawan Pemilu Berkualitas.” Berita diakses pada 24 Februari 2009 dari http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2003/5/2/pol3. Htm.
“Ribuan Warga Pedalaman Tak Terdaftar Pemilu.” Berita diakses pada 24
Februarai 2009 dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0402/25/daerah/873674.
“Sebanyak 13,2 Juta Pemilih Belum Terdaftar.” Berita diakses pada 24 Februari 2009 dari http:/www2.kompas.com/kompas-cetak/0403/11/politikhukum/90 6594.htm



Tidak ada komentar:

Posting Komentar